Urbanisasi Tekan Lahan, Hortikultura Sidoarjo Tetap Bisa Tumbuh: Pandangan Dosen Agroteknologi Umsida

Agroteknologi.umsida.ac.id – Di tengah pesatnya urbanisasi dan perubahan tata ruang di Sidoarjo, sektor hortikultura lokal dihadapkan pada berbagai tantangan lingkungan. Prof Dr Ir Sutarman MP Dosen Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, menjelaskan bahwa budidaya sayuran masih dapat terus berkembang asalkan diimbangi dengan teknologi, inovasi, serta pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan.

Tantangan Hortikultura di Tengah Urbanisasi

Dalam wawancara tersebut, Prof Dr Ir Sutarman MP menjelaskan bahwa pengembangan hortikultura di Kabupaten Sidoarjo tidak lepas dari kendala ekologis dan dampak urbanisasi.

Budidaya sayuran yang didominasi komoditas dataran rendah seperti kangkung, sawi, dan pakcoy menghadapi tekanan lingkungan yang besar.

Menurutnya, lahan di Sidoarjo sangat rentan terhadap serangan hama sehingga petani kerap bergantung pada penggunaan pestisida.

“Kondisi lingkungan membuat tanaman lebih mudah diserang hama, dan banyak petani tidak punya pilihan lain selain menggunakan pestisida,” jelasnya.

Tantangan semakin besar ketika irigasi yang digunakan petani berasal dari sungai kecil yang diduga telah tercemar limbah industri.

Pencemaran tersebut bukan hanya menurunkan kualitas tanaman, tetapi juga berdampak pada keamanan pangan masyarakat.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tantangan hortikultura di Sidoarjo bukan sekadar masalah budidaya, tetapi juga masalah lingkungan yang harus diatasi secara menyeluruh.

Potensi Sayuran Lokal dan Peluang Urban Farming

Meski menghadapi berbagai hambatan, Prof Dr Ir Sutarman MP. menegaskan bahwa komoditas hortikultura lokal masih memiliki keunggulan dari segi harga, ketersediaan, dan kebutuhan pasar.

Sayuran dataran rendah lebih sesuai dengan kondisi ekologis Sidoarjo sehingga dapat diproduksi secara stabil. Namun, sayuran dataran tinggi seperti wortel, kentang, atau kubis tidak dapat dibudidayakan dengan baik karena kondisi iklim dan geografis tidak mendukung.

Dalam kondisi lahan yang semakin terbatas akibat urbanisasi, beliau menekankan pentingnya urban farming sebagai solusi masa depan.

Teknologi seperti vertikultur, hidroponik, dan penanaman di pekarangan dapat menjadi alternatif yang efektif untuk memenuhi kebutuhan sayuran rumah tangga.

“Urban farming membuka peluang bagi masyarakat untuk tetap menanam meski lahan semakin sempit,” ujarnya.

Dengan pendekatan ini, masyarakat dapat memanfaatkan ruang-ruang kecil seperti halaman rumah, atap bangunan, maupun lahan kosong di sekitar permukiman.

Arah Pengembangan: Rumah Plastik dan Pengendalian Ramah Lingkungan

Sebagai strategi pengembangan ke depan, Prof Dr Ir Sutarman MP, mendorong penggunaan Rumah Plastik untuk meningkatkan efektivitas budidaya.

Rumah plastik bukan hanya mampu mengurangi serangan hama, tetapi juga dapat menjaga kualitas tanaman dengan lebih baik.

Namun, penggunaannya harus dihitung secara profesional, mulai dari biaya pembuatan, masa guna, hingga keuntungan yang dihasilkan.

Selain itu, ia merekomendasikan pengendalian hama non-kimia seperti pemanfaatan agen hayati Trichoderma. Pendekatan ini dianggap lebih aman bagi lingkungan sekaligus mengurangi ketergantungan petani pada pestisida kimia.

Dengan pengaturan pola tanam yang tepat, perhitungan usaha tani yang matang, dan penerapan teknologi urban farming, Prof Dr Ir Sutarman MP optimis bahwa produksi sayuran lokal Sidoarjo dapat berkembang lebih sehat dan berkelanjutan.

Meskipun tantangan hortikultura di Sidoarjo semakin kompleks akibat urbanisasi, inovasi dan teknologi tetap membuka peluang besar bagi pengembangan sayuran lokal.

Melalui urban farming, penggunaan rumah plastik, serta pengendalian hama ramah lingkungan, masyarakat dapat mendukung keberlanjutan hortikultura sekaligus menjaga ketersediaan pangan yang aman dan berkualitas.